- Published on Saturday, 24 September 2016 07:18
- Oleh : Muhaimin Iqbal
Dalam tulisan saya sebelumnya tentang Politik Pangan,
saya menggambarkan betapa selama 70 tahun merdeka urusan pangan kita
bukan digerakkan untuk kepentingan rakyat pada umumnya – baik dari sisi
ekonomi maupun dari sisi kesehatan. Lantas bagaimana seharusnya urusan
pangan ini dikelola ? Minimal harus mempertimbangkan dua hal yaitu dari
sisi ekonomi adalah keterjangkauannya bagi rakyat kebanyakan, dan dari
sisi kesehatan adalah dampaknya dalam jangka panjang.
Yang
paling mudah adalah tentu mengurutkan mengikuti petunjukNya seperti di
surat ‘Abasa ayat 24-32, ketika kita diperintahkan untuk memperhatikan
makanan kita. Bagaimana kalau ayat-ayat ini kita kaitkan dengan
pertimbangan ekonomi atau keterjangakuan dan pertimbangan kesehatan tersebut di atas ?
Pertama adalah tentang biji-bijian (QS 80:27), fokusnya adalah pada jumlah – dia kurang lebih seharusnya hanya
1/8 dari makanan kita – karena ada 8 jenis makanan yang dirangkai di
ayat-ayat ini, yaitu 1) biji-bijian, 2) anggur, 3) tanaman bernutrisi
tinggi, 4) zaitun, 5) kurma, 6) rempah, 7) buah dan 8) sumber hewani.
Setelah
menurunkan sumber carbo kita hanya menjadi 1/8 dari makanan kita, maka
kita bisa pertajam lebih jauh – biji-bijian apa yang bisa kita tanam di
sekitar kita. Kita tentu bisa menanam beras – tetapi lahan untuk sawah
ini terbatas. Kita bisa menanam gandum – hanya selama ini kita dibuat
‘salah sangka’ saja sehingga mengira gandum tidak bisa ditanam di negeri
ini.
Kelompok
makanan kita terbanyak yang seharusnya menjadi perhatian adalah
meliputi buah, sayur dan rempah – mewakili 6/8 dari jenis makanan kita.
Dari kelompok inilah keterjangkuan makanan ini bisa dicapai, karena
beraneka buah, sayuran dan rempah bisa tumbuh dengan sangat baiknya di
sekitar kita.
Tidak
ada satu jenis tanaman-pun yang disebut di rangkaian ayat-ayat tersebut
yang belum berhasil kita tanam di negeri ini – semua sudah ditanam dan
hidup. Tinggal satu yang belum terbukti berbuah yaitu zaitun, tetapi
memang di A-Qur’an yang disebut keberkahannya adalah pohon zaitun. Dan
ini juga sudah terbukti , yaitu melalui daunnya yang kini laris manis
diburu orang untuk berbagai jenis obat.
Yang
terakhir adalah makanan-makanan yang bersumber dari ternak seperti
daging dan susu, ini porsinya kurang lebih juga hanya 1/8 dari komposisi
makanan kita.
Ternak
secara umum idealnya diberi makanan dari rerumputan atau digembala –
karena inilah yang paling banyak diisyaratkan di Al-Qur’an termasuk di
rangkian ayat tersebut di atas (QS 80:31).
Namun juga dimungkinkan kita menanam secara khusus tanaman semusim yang utamanya untuk ternak dan kemudian untuk manusia. Diantaranya adalah tanaman jagung, dan kemudian saya juga menemukan tanaman yang sangat fit untuk ini yaitu sorghum tersebut di atas.
Sorghum
bisa menghasilkan biomassa yang sangat banyak, sehingga dia cocok untuk
memberi makan ternak kita. Selain itu biji sorghum juga memiliki nilai
protein tinggi sehingga di sejumlah negara Afrika dan Asia Tengah
menjadi salah satu bahan pangan utama. Maka sorghum ini bisa menjadi
satu ecosystem tersendiri, biomassanya untuk pakan ternak, kotoran
ternaknya dikembalikan untuk menanam sorghum, daging ternak dan biji
sorghumnya - plus tentu perbanyak buah, sayur dan rempah - akan menjadi
pasangan yang komplit dan ideal di meja makan kita !
Maka inilah solusi yang saya tawarkan – untuk menjawab kritik terhadap tulisan saya sebelumnya tentang Politik Pangan yang
oleh teman-teman saya dianggap OMDO alias omong doang. Bahwa jawaban
dari Al-Qur’an itu bener-bener ada dan bener-bener bisa dilakukan di
bumi kita ini, untuk meluruskan strategi pangan bagi bangsa ini.
InsyaAllah.
No comments:
Post a Comment
Untuk Informasi lebih lanjut hubungi :
WA/LINE/TELEGRAM = 085645453971